Minggu, 13 Desember 2015

produktivitas di ekosistem terumbu karang



BAB I
PENDAHULUAN
1.1.       Latar Belakang
Ekosistem terumbu karang menempati area seluas 7.500 km2 dari luas perairan Indonesia. Terumbu karang merupakan ekosistem yang khas menempati suatu daerah tropis dengan produktifitas yang sangat tinggi, demikian pula dengan keanekaragaman biota yang ada didalamnya.
Suatu ekosistem dapat terbentuk oleh adanya interaksi antara makhluk dan lingkungannya, baik antara makhluk hidup dengan makhluk hidup lainnya dan antara makhluk hidup dengan lingkungan abiotik (habitat). Fungsi ekosistem menunjukkan hubungan sebab akibat yang terjadi secara keseluruhan antar komponen dalam sistem.
Terumbu karang (Coral reef) merupakan ekosistrem yang khas terdapat di daerah tropis. Ekosistem ini mempunyai produktifitas organik yang sangat tinggi. Demikian keanekaragaman biota yang ada di dalamnya. Komponen biota terpenting di dalam suatu terumbu karang ialah hewan karang batu (stoni coral), hewan yang tergolong sceleratina yang kerangkanya terbuat dari bahan kapur. Tetapi disamping itu sangat banyak jenis biota lainnya yang hidupnya mempunyai kaitan erat dengan karang batu ini (Nontji, 2002).
1.2.       Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
Ø   Untuk mengetahui pengertian dari produktifitas.
Ø   Untuk mengetahui produktifitas terumbu karang
Ø   Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi produktifitas




BAB II
PEMBAHASAN
2.1.       Pengertian Produktivitas
Produktivitas adalah kemampuan suatu wadah untuk menumbukan/menghasilkan organisme pakan yang dapat digunakan untuk organisme lain untuk kelangsugan hidupnya. Produktivitas primer adalah pengubahan energi cahaya oleh produsen atau autotrof. Produktivitas primer merupakan laju penambatan energi yang dilakukan oleh produsen.Produktivitas sekunder adalah penggunaan energi pada hewan dan mikroba (heterotrof). Produktivitas sekunder merupakan laju penambatan energi yang dilakukan oleh konsumen. 
Produksi bagi ekosistem merupakan proses pemasukan dan penyimpanan energy dalam ekosistem. Pemasukan energy dalam ekosistem yang dimaksud adalah pemindahan energy cahaya menjadi energy kimia oleh produsen. Sedangkan penyimpanan energy yang dimaksudkan adalah penggunaan energy oleh konsumen dan mikroorganisme. Laju produksi makhluk hidup dalam ekosistem disebut sebagai produktivitas.
2.2.       Produktivitas Di Ekosistem Terumbu Karang
Ekosistem ini terdiri dari coral yang berada dekat pantai. Efisiensi ekosistem ini sangat tinggi. Hewan-hewan yang hidup di karang memakan organisme mikroskopis dan sisa organik lain.
Terumbu karang merupakan ekosistem yang khas dan terdapat di daerah tropis. Ekosistem ini mempunyai produktivitas organik yang sangat tinggi dan tempat berkumpulnya beraneka ragam jenis-jenis ikan karang, udang, alga, teripang, karang, mutiara dan sebagainya.
Terumbu karang bukan merupakan sistem yang statis dan sederhana, melainkan suatu ekosistem yang dinamis dan kompleks. Tingginya produktivitas primer di ekosistem terumbu karang, bisa mencapai 5000 g C/m2/tahun, memicu produktivitas sekunder yang tinggi, yang berarti komunitas makhluk hidup yang ada di dalamnya sangat beraneka ragam dan tersedia dalam jumlah yang melimpah. Berbagai jenis makhluk hidup yang ada di ekosistem terumbu karang saling berinteraksi satu sama lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, membentuk suatu sistem kehidupan. Sistem kehidupan di terumbu karang dapat bertambah atau berkurang dimensinya akibat interaksi kompleks antara berbagai kekuatan biologis dan fisik.
2.3.       Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas
Menurut Jordan (1985) dalam Wiharto (2007), Jika produktivitas suatu ekosistem hanya berubah sedikit dalam jangka waktu yang lama maka hal itu menandakan kondisi lingkungan yang stabil, tetapi jika perubahan yang dramatis maka menunjukkan telah terjadi perubahan lingkungan yang nyata atau terjadi perubahan yang penting dalam interaksi di antara organisme penyusun eksosistem. Menurut Campbell (2002), terjadinya perbedaan produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya faktor pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor yang paling penting dalam pembatasan produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim dalam lingkungan.

Produktivitas pada ekosistem dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
Ø   Suhu
Berdasarkan gradasi suhu rata-rata tahunan, maka produktivitas akan meningkat dari wilayah kutub ke ekuator. Namun pada hutan hujan tropis, suhu bukanlah menjadi faktor dominan yang menentukan produktivitas, tapi lamanya musim tumbuh. Adanya suhu yang tinggi dan konstan hampir sepanjang tahun dapat bermakna musim tumbuh bagi tumbuhan akan berlangsung lama, yang pada gilirannya meningkatkan produktivitas.
Suhu secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh pada produktivitas. Secara langsung suhu berperan dalam mengontrol reaksi enzimatik dalam proses fotosintetis, sehingga tingginya suhu dapat meningkatkan laju maksimum fotosintesis. Sedangkan secara tidak langsung, misalnya suhu berperan dalam membentuk stratifikasi kolom perairan yang akibatnya dapat mempengaruhi distribusi vertikal fitoplankton.
Ø   Cahaya
Cahaya merupakan sumber energy primer bagi ekosistem. Cahaya memiliki peran yang sangat vital dalam produktivitas primer, oleh karena hanya dengan energy cahaya tumbuhan dan fitoplankton dapat menggerakkan mesin fotosintesis dalam tubuhnya. Hal ini berarti bahwa wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih lama penyinaran cahaya matahari tahunan akan memiliki kesempatan berfotosintesis yang lebih panjang sehingga mendukung peningkatan produktivitas primer.
Pada ekosistem terrestrial seperti hutan hujan tropis memilik produktivitas primer yang paling tinggi karena wilayah hutan hujan tropis menerima lebih banyak sinar matahari tahunan yang tersedia bagi fotosintesis dibanding dengan iklim sedang (Wiharto, 2007). Sedangkan pada eksosistem perairan, laju pertumbuhan fitoplankton sangat tergantung pada ketersediaan cahaya dalam perairan. Laju pertumbuhan maksimum fitoplankton akan mengalami penurunan jika perairan berada pada kondisi ketersediaan cahaya yang rendah.
Ø   Air, curah hujan dan kelembaban
Produktivitas pada ekosistem terrestrial berkorelasi dengan ketersediaan air. Air merupakan bahan dasar dalam proses fotosintesis, sehingga ketersediaan air merupakan faktor pembatas terhadap aktivitas fotosintetik.  Secara kimiwi air berperan sebagai pelarut universal, keberadaan air memungkinkan membawa serta nutrient yang dibutuhkan oleh tumbuhan.
Air memiliki siklus dalam ekosistem. Keberadaan air dalam ekosistem dalam bentuk air tanah, air sungai/perairan, dan air di atmosfer dalam bentuk uap. Uap di atmosfer dapat mengalami kondensasi lalu jatuh sebagai air hujan. Interaksi antara suhu dan air hujan yang banyak yang berlangsung sepanjang tahun menghasilkan kondisi kelembaban yang sangat ideal tumbuhan terutama pada hutan hujan tropis untuk meningkatkan produktivitas.
Menurut Jordan (1995) dalam Wiharto (2007), tingginya kelembaban pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas mikroorganisme. Selain itu, proses lain yang sangat dipengaruhi proses ini adalah pelapukan tanah yang berlangsung cepat yang menyebabkan lepasnya unsure hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Terjadinya petir dan badai selama hujan menyebabkan banyaknya nitrogen yang terfiksasi di udara, dan turun ke bumi bersama air hujan.
Namun demikian, air yang jatuh sebagai hujan  akan menyebabkan tanah-tanah yang tidak tertutupi vegetasi rentan mengalami pencucian yang akan mengurangi kesuburan tanah. Pencucian adalah penyebab utama hilangnya zat hara dalam ekosistem.
Ø   Nutrien
Tumbuhan membutuhkan berbagai ragam nutrient anorganik, beberapa dalam jumlah yang relatif besar dan yang lainnya dalam jumlah sedikit, akan tetapi semuanya penting. Pada beberapa ekosistem terrestrial, nutrient organic merupakan faktor pembatas yang penting bagi produktivitas. Produktivitas dapat menurun bahkan berhenti jika suatu nutrient spesifik atau nutrient tunggal tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi. Nutrient spesifik yang demikian disebut nutrient pembatas (limiting nutrient). Pada banyak ekosistem nitrogen dan fosfor merupakan nutrient pembatas utama, beberapa bukti juga menyatakan bahwa CO2 kadang-kadang membatasi produktivitas.
Produktivitas di laut umumnya terdapat paling besar diperairan dangkal dekat benua dan disepanjang terumbu karang, di mana cahaya dan nutrient melimpah. Produktivitas primer persatuan luas laut terbuka relative rendah karena nutrient anorganic khusunya nitrogen dan fosfor terbatas ketersediaannya dipermukaan. Di tempat yang dalam di mana nutrient melimpah, namun cahaya tidak mencukupi untuk fotosintesis. Sehingga fitoplankton, berada pada kondisi paling produktif ketika arus yang naik ke atas membawa nitrogen dan fosfor kepermukaan.
Ø   Tanah 
Potensi ketersedian hidrogen yang tinggi pada tanah-tanah tropis disebabkan oleh diproduksinya asam organik secara kontinu melalui respirasi yang dilangsungkan oleh mikroorganisme tanah dan akar (respirasi tanah). Jika tanah dalam keadaan basah, maka karbon dioksida (CO2) dari respirasi tanah beserta air (H2O) akan membentuk asam karbonat (H2CO3 ) yang kemudian akan mengalami disosiasi menjadi bikarbonat (HCO3-) dan sebuah ion hidrogen bermuatan positif (H+). Ion hidrogen selanjutnya dapat menggantikan kation hara yang ada pada koloid tanah, kemudian bikarbonat bereaksi dengan kation yang dilepaskan oleh koloid, dan hasil reaksi ini dapat tercuci ke bawah melalui profil tanah (Wiharto, 2007).
Hidrogen yang dibebaskan ke tanah sebagai hasil aktivitas biologi, akan bereaksi dengan liat silikat dan membebaskan aluminium. Karena aluminium merupakan unsur yang terdapat dimana-mana di daerah hutan hujan tropis, maka alminiumlah yang lebih dominan berasosiasi dengan tanah asam di daerah ini. Sulfat juga dapat menjadi sumber pembentuk asam di tanah. Sulfat ini dapat masuk ke ekosistem melalui hujan maupun jatuhan kering, juga melalui aktivitas organisme mikro yang melepaskan senyawa gas sulfur. Asam organik juga dapat dilepaskan dari aktivitas penguraian serasah (Jordan, 1985 dalam Wiharto, 2007). 


Ø   Herbivora
Menurut Barbour at al. (1987) dalam Wiharto (2007), sekitar 10 % dari produktivitas vegetasi darat dunia dikonsumsi oleh herbivora biofag. Persentase ini bervariasi menurut tipe ekosistem darat. Namun demikian, menurut McNaughton dan Wolf (1998) bahwa akibat yang ditimbulkan oleh herbivore pada produktivitas primer sangat sedikit sekali diketahui. Bahkan hubunga antar herbivore dan produktivitas primer bersih kemungkinan bersifat kompleks, di mana konsumsi sering menstimulasi produktivitas tumbuhan sehingga meningkat mencapai tingkat tertentu yang kemudian dapat menurun jika intensitasnya optimum. 
Jordan (1985) dalam Wiharto (2007) menyatakan, bahwa walaupun defoliasi pada individu pohon secara menyeluruh sering sekali terjadi, hal ini disebabkan oleh tingginya keanekaragaman di daerah hutan hujan tropis. Selain itu, banyak pohon mengembangkan alat pelindung terhadap herbivora melalui produksi bahan kimia tertentu yang jika dikonsumsi oleh herbivora memberi efek yang kurang baik bagi herbivora. 



BAB III
PENUTUP
1.3.       Kesimpulan
 Adapun kesimpulan yang diperoleh dari makalah ini adalah sebagai berikut :
Produktivitas merupakan laju pemasukan dan penyimpanan energi di dalam ekosistem. Produktivitas dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: produktifitas primer dan produktifitas sekunder.
Tingginya produktivitas primer di ekosistem terumbu karang, bisa mencapai 5000 g C/m2/tahun, memicu produktivitas sekunder yang tinggi, yang berarti komunitas makhluk hidup yang ada di dalamnya sangat beraneka ragam dan tersedia dalam jumlah yang melimpah karena mendapatkan masukan nutrisi dari daerah sekitarnya.
Produktivitas pada ekosistem dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
Ø  Suhu
Ø  Cahaya
Ø  Air, curah hujan dan kelembaban
Ø  Nutrien
Ø  Tanah 
Ø  Herbivora

1 komentar:

produktivitas di ekosistem terumbu karang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.        Latar Belakang Ekosistem terumbu karang menempati area seluas 7.500 km2 dari luas perairan Indonesi...