BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Ekosistem
terumbu karang menempati area seluas 7.500 km2 dari luas perairan
Indonesia. Terumbu karang merupakan ekosistem yang khas menempati suatu daerah
tropis dengan produktifitas yang sangat tinggi, demikian pula dengan
keanekaragaman biota yang ada didalamnya.
Suatu
ekosistem dapat terbentuk oleh adanya interaksi antara makhluk dan
lingkungannya, baik antara makhluk hidup dengan makhluk hidup lainnya dan
antara makhluk hidup dengan lingkungan abiotik (habitat). Fungsi ekosistem
menunjukkan hubungan sebab akibat yang terjadi secara keseluruhan antar
komponen dalam sistem.
Terumbu
karang (Coral reef) merupakan ekosistrem yang khas terdapat di daerah
tropis. Ekosistem ini mempunyai produktifitas organik yang sangat tinggi.
Demikian keanekaragaman biota yang ada di dalamnya. Komponen biota terpenting
di dalam suatu terumbu karang ialah hewan karang batu (stoni coral), hewan yang tergolong sceleratina yang
kerangkanya terbuat dari bahan kapur. Tetapi disamping itu sangat banyak jenis
biota lainnya yang hidupnya mempunyai kaitan erat dengan karang batu ini
(Nontji, 2002).
1.2.
Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut :
Ø
Untuk
mengetahui pengertian dari produktifitas.
Ø
Untuk
mengetahui produktifitas terumbu karang
Ø
Untuk
mengetahui faktor yang mempengaruhi produktifitas
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian
Produktivitas
Produktivitas adalah kemampuan
suatu wadah untuk menumbukan/menghasilkan organisme pakan yang dapat digunakan
untuk organisme lain untuk kelangsugan hidupnya. Produktivitas primer adalah
pengubahan energi cahaya oleh produsen atau autotrof. Produktivitas primer
merupakan laju penambatan energi yang dilakukan oleh produsen.Produktivitas
sekunder adalah penggunaan energi pada hewan dan mikroba (heterotrof).
Produktivitas sekunder merupakan laju penambatan energi yang dilakukan oleh
konsumen.
Produksi bagi
ekosistem merupakan proses pemasukan dan penyimpanan energy dalam ekosistem.
Pemasukan energy dalam ekosistem yang dimaksud adalah pemindahan energy cahaya
menjadi energy kimia oleh produsen. Sedangkan penyimpanan energy yang
dimaksudkan adalah penggunaan energy oleh konsumen dan mikroorganisme. Laju
produksi makhluk hidup dalam ekosistem disebut sebagai produktivitas.
2.2.
Produktivitas
Di Ekosistem Terumbu Karang
Ekosistem ini terdiri dari coral yang
berada dekat pantai. Efisiensi ekosistem ini sangat tinggi. Hewan-hewan yang
hidup di karang memakan organisme mikroskopis dan sisa organik lain.
Terumbu karang merupakan ekosistem yang
khas dan terdapat di daerah tropis. Ekosistem ini mempunyai produktivitas
organik yang sangat tinggi dan tempat berkumpulnya beraneka ragam jenis-jenis
ikan karang, udang, alga, teripang, karang, mutiara dan sebagainya.
Terumbu
karang bukan merupakan sistem yang statis dan sederhana, melainkan suatu
ekosistem yang dinamis dan kompleks. Tingginya produktivitas primer di
ekosistem terumbu karang, bisa mencapai 5000 g C/m2/tahun, memicu produktivitas
sekunder yang tinggi, yang berarti komunitas makhluk hidup yang ada di dalamnya
sangat beraneka ragam dan tersedia dalam jumlah yang melimpah. Berbagai jenis
makhluk hidup yang ada di ekosistem terumbu karang saling berinteraksi satu
sama lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, membentuk suatu sistem
kehidupan. Sistem kehidupan di terumbu karang dapat bertambah atau berkurang
dimensinya akibat interaksi kompleks antara berbagai kekuatan biologis dan
fisik.
2.3.
Faktor
Yang Mempengaruhi Produktivitas
Menurut Jordan (1985) dalam Wiharto
(2007), Jika produktivitas suatu ekosistem hanya berubah sedikit dalam jangka
waktu yang lama maka hal itu menandakan kondisi lingkungan yang stabil, tetapi
jika perubahan yang dramatis maka menunjukkan telah terjadi perubahan
lingkungan yang nyata atau terjadi perubahan yang penting dalam interaksi di
antara organisme penyusun eksosistem. Menurut Campbell (2002), terjadinya
perbedaan produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh
adanya faktor pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor yang paling penting dalam
pembatasan produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim
dalam lingkungan.
Produktivitas pada ekosistem dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain:
Ø
Suhu
Berdasarkan gradasi suhu rata-rata
tahunan, maka produktivitas akan meningkat dari wilayah kutub ke ekuator. Namun
pada hutan hujan tropis, suhu bukanlah menjadi faktor dominan yang menentukan
produktivitas, tapi lamanya musim tumbuh. Adanya suhu yang tinggi dan konstan
hampir sepanjang tahun dapat bermakna musim tumbuh bagi tumbuhan akan berlangsung
lama, yang pada gilirannya meningkatkan produktivitas.
Suhu secara langsung ataupun tidak
langsung berpengaruh pada produktivitas. Secara langsung suhu berperan dalam
mengontrol reaksi enzimatik dalam proses fotosintetis, sehingga tingginya suhu
dapat meningkatkan laju maksimum fotosintesis. Sedangkan secara tidak langsung,
misalnya suhu berperan dalam membentuk stratifikasi kolom perairan yang
akibatnya dapat mempengaruhi distribusi vertikal fitoplankton.
Ø
Cahaya
Cahaya merupakan sumber energy
primer bagi ekosistem. Cahaya memiliki peran yang sangat vital dalam
produktivitas primer, oleh karena hanya dengan energy cahaya tumbuhan dan
fitoplankton dapat menggerakkan mesin fotosintesis dalam tubuhnya. Hal ini
berarti bahwa wilayah yang menerima lebih banyak dan lebih lama penyinaran
cahaya matahari tahunan akan memiliki kesempatan berfotosintesis yang lebih
panjang sehingga mendukung peningkatan produktivitas primer.
Pada ekosistem terrestrial
seperti hutan hujan tropis memilik produktivitas primer yang paling tinggi
karena wilayah hutan hujan tropis menerima lebih banyak sinar matahari tahunan
yang tersedia bagi fotosintesis dibanding dengan iklim sedang (Wiharto, 2007).
Sedangkan pada eksosistem perairan, laju pertumbuhan fitoplankton sangat
tergantung pada ketersediaan cahaya dalam perairan. Laju pertumbuhan maksimum
fitoplankton akan mengalami penurunan jika perairan berada pada kondisi
ketersediaan cahaya yang rendah.
Ø
Air, curah
hujan dan kelembaban
Produktivitas pada ekosistem terrestrial
berkorelasi dengan ketersediaan air. Air merupakan bahan dasar dalam proses
fotosintesis, sehingga ketersediaan air merupakan faktor pembatas terhadap
aktivitas fotosintetik. Secara kimiwi air berperan sebagai pelarut
universal, keberadaan air memungkinkan membawa serta nutrient yang dibutuhkan
oleh tumbuhan.
Air memiliki siklus dalam ekosistem.
Keberadaan air dalam ekosistem dalam bentuk air tanah, air sungai/perairan, dan
air di atmosfer dalam bentuk uap. Uap di atmosfer dapat mengalami kondensasi
lalu jatuh sebagai air hujan. Interaksi antara suhu dan air hujan yang banyak
yang berlangsung sepanjang tahun menghasilkan kondisi kelembaban yang sangat
ideal tumbuhan terutama pada hutan hujan tropis untuk meningkatkan
produktivitas.
Menurut Jordan
(1995) dalam Wiharto (2007), tingginya kelembaban pada gilirannya
akan meningkatkan produktivitas mikroorganisme. Selain itu, proses lain yang
sangat dipengaruhi proses ini adalah pelapukan tanah yang berlangsung cepat
yang menyebabkan lepasnya unsure hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Terjadinya
petir dan badai selama hujan menyebabkan banyaknya nitrogen yang terfiksasi di
udara, dan turun ke bumi bersama air hujan.
Namun demikian, air yang jatuh sebagai
hujan akan menyebabkan tanah-tanah yang tidak tertutupi vegetasi rentan mengalami
pencucian yang akan mengurangi kesuburan tanah. Pencucian adalah penyebab utama
hilangnya zat hara dalam ekosistem.
Ø
Nutrien
Tumbuhan membutuhkan berbagai ragam
nutrient anorganik, beberapa dalam jumlah yang relatif besar dan yang lainnya
dalam jumlah sedikit, akan tetapi semuanya penting. Pada beberapa ekosistem
terrestrial, nutrient organic merupakan faktor pembatas yang penting bagi
produktivitas. Produktivitas dapat menurun bahkan berhenti jika suatu nutrient
spesifik atau nutrient tunggal tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi.
Nutrient spesifik yang demikian disebut nutrient pembatas (limiting
nutrient). Pada banyak ekosistem nitrogen dan fosfor merupakan
nutrient pembatas utama, beberapa bukti juga menyatakan bahwa
CO2 kadang-kadang membatasi produktivitas.
Produktivitas di laut umumnya terdapat
paling besar diperairan dangkal dekat benua dan disepanjang terumbu karang, di
mana cahaya dan nutrient melimpah. Produktivitas primer persatuan luas laut
terbuka relative rendah karena nutrient anorganic khusunya nitrogen dan fosfor
terbatas ketersediaannya dipermukaan. Di tempat yang dalam di mana nutrient
melimpah, namun cahaya tidak mencukupi untuk fotosintesis. Sehingga
fitoplankton, berada pada kondisi paling produktif ketika arus yang naik ke
atas membawa nitrogen dan fosfor kepermukaan.
Ø
Tanah
Potensi
ketersedian hidrogen yang tinggi pada tanah-tanah tropis disebabkan oleh
diproduksinya asam organik secara kontinu melalui respirasi yang dilangsungkan
oleh mikroorganisme tanah dan akar (respirasi tanah). Jika tanah dalam keadaan
basah, maka karbon dioksida (CO2) dari respirasi tanah beserta air (H2O) akan
membentuk asam karbonat (H2CO3 ) yang kemudian akan mengalami disosiasi
menjadi bikarbonat (HCO3-) dan sebuah ion hidrogen bermuatan positif (H+). Ion
hidrogen selanjutnya dapat menggantikan kation hara yang ada pada koloid tanah,
kemudian bikarbonat bereaksi dengan kation yang dilepaskan oleh koloid, dan
hasil reaksi ini dapat tercuci ke bawah melalui profil tanah (Wiharto, 2007).
Hidrogen yang
dibebaskan ke tanah sebagai hasil aktivitas biologi, akan bereaksi dengan liat
silikat dan membebaskan aluminium. Karena aluminium merupakan unsur yang
terdapat dimana-mana di daerah hutan hujan tropis, maka alminiumlah yang lebih
dominan berasosiasi dengan tanah asam di daerah ini. Sulfat juga dapat menjadi
sumber pembentuk asam di tanah. Sulfat ini dapat masuk ke ekosistem melalui
hujan maupun jatuhan kering, juga melalui aktivitas organisme mikro yang
melepaskan senyawa gas sulfur. Asam organik juga dapat dilepaskan dari
aktivitas penguraian serasah (Jordan, 1985 dalam Wiharto, 2007).
Ø
Herbivora
Menurut Barbour at
al. (1987) dalam Wiharto (2007), sekitar 10 % dari produktivitas
vegetasi darat dunia dikonsumsi oleh herbivora biofag. Persentase ini
bervariasi menurut tipe ekosistem darat. Namun demikian, menurut McNaughton dan
Wolf (1998) bahwa akibat yang ditimbulkan oleh herbivore pada produktivitas
primer sangat sedikit sekali diketahui. Bahkan hubunga antar herbivore dan
produktivitas primer bersih kemungkinan bersifat kompleks, di mana konsumsi
sering menstimulasi produktivitas tumbuhan sehingga meningkat mencapai tingkat
tertentu yang kemudian dapat menurun jika intensitasnya optimum.
Jordan (1985) dalam Wiharto
(2007) menyatakan, bahwa walaupun defoliasi pada individu pohon secara
menyeluruh sering sekali terjadi, hal ini disebabkan oleh tingginya
keanekaragaman di daerah hutan hujan tropis. Selain itu, banyak pohon
mengembangkan alat pelindung terhadap herbivora melalui produksi bahan kimia tertentu
yang jika dikonsumsi oleh herbivora memberi efek yang kurang baik bagi
herbivora.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
1.3.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh
dari makalah ini adalah sebagai berikut :
Produktivitas merupakan laju pemasukan
dan penyimpanan energi di dalam ekosistem. Produktivitas dapat dibedakan
menjadi 2, yaitu: produktifitas primer dan produktifitas sekunder.
Tingginya produktivitas primer di
ekosistem terumbu karang, bisa mencapai 5000 g C/m2/tahun, memicu produktivitas
sekunder yang tinggi, yang berarti komunitas makhluk hidup yang ada di dalamnya
sangat beraneka ragam dan tersedia dalam jumlah yang melimpah karena mendapatkan
masukan nutrisi dari daerah sekitarnya.
Produktivitas pada ekosistem dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain:
Ø Suhu
Ø Cahaya
Ø Air,
curah hujan dan kelembaban
Ø Nutrien
Ø Tanah
Ø Herbivora